Dikutip kupasntb.com dari nu online, ulama berbeda pendapat terkait hal ini, terutama karena adanya hadits yang melarang puasa setelah nisfu Sya’ban.
Beberapa ulama, seperti yang terdapat dalam mazhab Syafii, menganggap bahwa puasa setelah nisfu Sya’ban diharamkan karena dianggap hari syak (ragu), mengantisipasi kedekatan bulan Ramadhan.
Walaupun demikian, pandangan ini tidak sepenuhnya diterima oleh semua ulama. Beberapa ulama, terutama di luar mazhab Syafii, memandang hadits yang melarang puasa setelah nisfu Sya’ban sebagai lemah dan munkar (dikritik).
Dalam konteks ini, sebagian ulama membolehkan puasa sunah setelah nisfu Sya’ban, terutama bagi mereka yang terbiasa melaksanakannya seperti puasa Senin-Kamis, puasa Daud, atau puasa nadzar.
Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari menyatakan, “Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah nishfu Sya’ban dan mereka melemahkan hadis larangan puasa setelah nishfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan hadis tersebut munkar”.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa umat Islam memiliki perspektif yang beragam terkait dengan hukum puasa sunah setelah nisfu Sya’ban.