KUPAS NTB – Aliansi Pengamat Perempuan dan Anak NTB, mengadakan hearing bersama Wagub NTB, Ummi Dinda, pada Senin (24/3).
Dalam kegiatan ini juga turut adir Asisten I Setda Provinsi NTB, Fathurrahman beserta tim transisi.
Hearing ini berkaitan dengan diskusi mengenai penggabungan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) dengan Dinas Sosial serta Dinas Kesehatan.
Gubernur NTB ingin memperkuat Bappeda ke depan sebagai backbone pemerintah NTB
Pimpinan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UIN Mataram, Atun Wardatun, menyatakan menentang penggabungan DP3AP2KB.
Menurutnya, keputusan ini belum memiliki studi yang mendalam mengenai peleburan itu.
“Regulasi ini tidak didasari oleh penelitian empiris yang mempertimbangkan situasi perempuan dan anak di NTB,” ujarnya.
Jadi momen strategis, Sekda NTB sebut NTB siap jadi tuan rumah HKB 2025
Alasan kedua, beban kerja DP3AP2KB selama ini memang sudah sangat tinggi dibanding yang dipikirkan.
Dengan demikian, Pemprov NTB seharusnya memperkuat, bukannya malah menghilangkannya.
“Jika digabung dalam Dinas Sosial maupun Dinas Kesehatan, maka tanggungannya akan semakin berat. Ini bukan jawaban yang sesuai untuk meningkatkan efektivitas layanan bagi perempuan dan anak,”
“Terlebih terkait masalah perempuan dan anak itu bersifat lintas sektoral, seluruh OPD perlu berperan,” tegas Direktur La Rimpu ini.
Aktivis Gender, Ririn juga mengungkapkan pandangan yang sama mengenai penolakan peleburan DP3AP2KB.
Karena menurutnya, DP3AP2KB memang mempunyai berbagai tugas dan fungsi yang cukup sulit.
“Yang pertama adalah fungsi koordinasi. Jika menyusut untuk sepuluh kabupaten/kota, koordinasi akan menjadi lebih sulit,” ujarnya.
Demikian juga dengan peran pelayanan. DP3AP2KB mencatat banyak kasus dan korban yang tidak hanya berkaitan dengan pernikahan anak.
Terdapat banyak permasalahan yang ditangani oleh lembaga ini seperti TPPO, KDRT, dan kelompok yang rentan.