Inovasi ini merupakan strategi kita membangun sinergi atau kokaborasi untuk menekan angka pengangguran dengan meningkatkan kompetensi tenaga kerja, akses informasi dan perluasan kesempatan kerja serta peningkatan penyerapan angkatan kerja ke dunia usaha. Harapannya bisa menjembatani kebutuhan tenaga kerja dengan standar industri yang dibutuhkan oleh sektor-sektor usaha di NTB.
Aryadi berharap Pemerintah Kabupaten/kota bisa mendukung dengan mengidentifikasi sektor-sektor prioritas di wilayah masing-masing, sehingga program ini lebih terarah dan tepat guna.
“Dengan dana yang terbatas, pelatihan harus efektif dan memberikan hasil nyata. Jika tidak diikuti dengan penyerapan tenaga kerja, pelatihan tersebut akan sia-sia dan justru berpotensi menambah angka pengangguran,” tegas Aryadi.
Dalam rakor tersebut juga dibahas berbagai isu kenegakerjaan terkini. Diantara isu PHK, Penepatan UMP tahun 2025, Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Penempatan PMI Non Prosedural dan isu-isu lainnya.
Terjait isu PHK, Aryadi mengahak semua pihak untuk bersama-sama melakukan deteksi dini dan membangun komunikasi yang intens sehingga langkah-langkah preventif bisa dilakukan.
Terkait dengan upah minimum, Data yang akan menjadi acuan dalam penetapan upah, lanjut Aryadi, adalah data-data yang disediakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Tim dari BPS diundang dalam rapat ini untuk mempresentasikan data ketenagakerjaan dan ekonomi terbaru sebagai dasar dalam menentukan kebijakan upah.
“Dalam menetapkan UMP, Pemerintah akan mendengarkan aspirasi buruh sambil tetap memperhatikan kelangsungan perusahaan. Ini membutuhkan kearifan, komunikasi yang baik, serta kejelian dalam menghitung instrumen yang relevan,” tegas Aryadi.
Lebih lanjut, terkait pengawasan tenaga kerja asing (TKA), seluruh perizinan harus diajukan oleh perusahaan, bukan perorangan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Proses masuknya TKA harus melalui prosedur yang ketat, di mana perusahaan yang mempekerjakan mereka harus memiliki izin dan mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) sesuai spesifikasi jabatan.
Terkait pengiriman PMI ke luar negeri, Kadisnakertrans Provinsi NTB menyoroti pentingnya pengawasan dan penegakan regulasi bagi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), dan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK). Aryadi menekankan bahwa untuk LPK harus memiliki izin khusus Sending Organization (SO) dari Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengirimkan tenaga kerja atau peserta magang ke negara penempatan.
Ia mengungkapkan bahwa selama dua tahun melakukan pengawasan terhadap LPK maupun P3MI, banyak kasus yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh oknum perusahaan, tapi juga oleh mitra-mitra yang kurang memahami atau mengabaikan prosedur yang ada.
“Harapannya, Disnaker Kab/Kota bisa lebih teliti dalam memberikan ijin. Jangan sampai masyarakat kita tertipu pada oknum-oknum tersebut,” tegasnya.