Diungkapkan Ryan Idha, setidaknya ada 6 orang oknum yang diduga menjadi aktor intelektual yang berasal dari oknum masyarakat di Dusun Pengawisan. Terhadap ke 6 oknum pihak perusahaan tersebut telah membuat laporan kepada pihak berwajib. Namun hingga kini para oknum tersebut masih menggerakkan massa untuk melakukan boikot perusahaan.

“Kami khawatir gerakan-gerik oknum ini akan berdampak pada pembangunan di daerah Sekotong. Pada akhirnya masyarakat yang akan dirugikan,” nilai Ryan Idha.
Oknum-oknum tersebut diduga telah menguasai lahan tanpa memiliki sertifikat sah. Bahkan terdapat oknum yang menempati lahan dengan cara membangun bangunan sebagai lokasi yang berusaha.
“Salah satu oknum yang diduga menjadi aktor intelektual utama bahkan membangun bangunan tanpa izin dan mengoperasikan usaha resto di Pantai Elak-elak di atas lahan milik PT Rezka Nayatama. Pembangunan resto ini dilakukan tanpa adanya izin penggunaan lahan dari pemilik sah serta izin usaha dari Pemda Lombok Barat. Kami mendapat informasi jika oknum tersebut mendapat dukungan pendanaan dari pihak asing (luar negeri),” ungkap Ryan Idha.
Ryan Idha menegaskan, Resto Elak-elak yang berdiri pada tahun 2022 di atas lahan PT Rezka Nayatama itu telah melanggar beragam aturan. Baik itu soal penggeragahan dan perampasan lahan, membangun bangunan tanpa izin hingga mengoperasikan restoran tanpa izin usaha.
Hingga saat ini belum ada tindakan tegas dari pihak Desa Sekotong Barat dan Desa Persiapan Pesisir Mas. Selaku pemangku kepentingan pihak desa seolah-olah menutup mata dengan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh oknum warga tersebut.
“Apakah pihak apartur desa sengaja membiarkan hal tersebut?” tanya Ryan Idha lagi.
Selain itu, kondisi ini menggambarkan adanya pembiaran yang dilakukan oleh aparat desa setempat tanpa memberikan tindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut.